Surga Sang Raja Buah
http://travel.kompas.com Minggu, 16 Desember 2012 | 03:23 WIB
Puncak musim durian telah tiba. Aneka durian dari berbagai pelosok Tanah Air siap memberi kejutan rasa. Inilah saat terbaik berburu kelezatan buah yang ditahbiskan oleh Alfred Russel Wallace sebagai raja para buah.
Cobalah jelajahi jalan-jalan protokol dan arteri di Kota Medan, Sumatera Utara. Perhatikan setiap trotoar. Tumpukan durian yang menggunung menjadi pemandangan lumrah. Di Jalan Iskandar Muda, puluhan mobil kosong berjajar di bahu jalan. Penumpangnya tumpah ruah di kedai Ucok Durian. Mereka menyantap durian di bawah naungan atap plastik yang sesekali diterobos air hujan seperti terjadi pada Minggu (9/12) malam.
”Bang, tambah lagi yang pahit,” kata seorang pelanggan sambil membersihkan meja dari kulit durian yang berserak.
Kedai Ucok Durian merupakan salah satu kedai durian yang tersohor di Medan. Hampir tak ada pesohor yang tak mencicipi durian Ucok Durian saat berkunjung ke Medan. Durian di Ucok Durian juga dikenal sebagai durian untuk orang Jakarta.
”Malam ini, 6.000-an durian yang sudah laku. Sampai subuh nanti, bisa sampai 7.000 buah habis terjual,” kata Ucok yang mempunyai nama asli Zainal Abidin (44).
Durian Medan yang didatangkan dari Bahorok, Siantar, dan Sidikalang, ini menggoda selera. Durian dari Sidikalang, misalnya, istimewa dengan dagingnya yang tebal, kuning, dan manis. Rasanya tidak setajam durian Bahorok sehingga pencinta durian tidak cepat enek di perut.
”Lemak dan ketebalan dagingnya itu yang bikin cepat kangen,” kata Muchtar (28), pencinta durian. Dia kerap membawa rekan-rekannya dari Jakarta untuk mencicipi durian di kedai-kedai di Medan.
Tak hanya Medan, setiap daerah di Indonesia sejatinya menjadi surga durian enak. Direktur Stasiun Riset Mekarsari Dr Reza Tirtawinata menjelaskan, varietas durian yang ada di Indonesia banyaknya tak terhitung karena kebanyakan ditanam dari biji.
Terdapat lebih dari 70 varietas durian yang sudah dilepas dengan surat keputusan Menteri Pertanian. Salah satu jenis durian dari varietas terbaik yang hampir tak pernah bisa ditemukan di pasar–karena habis terjual ke konsumen langsung di kebun–adalah durian matahari.
Durian matahari asli Bogor ini dagingnya berwarna kuning terang, manis, legit, dengan gurih yang bertahan lama di lidah. Durian tong medaye yang ditemukan di Lombok juga termasuk varietas unggulan nasional. Durian ini berukuran ’personal’, sekitar 8 ons hingga 1 kilogram per buah.
Menurut Reza, dari sisi rasa, warna, dan tekstur daging tong medaye jauh lebih unggul dibandingkan montong. Alam Indonesia juga memberikan varietas durian yang unik. Misalnya durian dengan daging berwarna merah tua dan jingga di Kalimantan Timur, durian pelangi dari Papua, hingga durian kura-kura dari Kalimantan Barat yang buahnya muncul di dekat akar.
Ada pula durian tanpa sekat dan durian dengan kulit tak berduri (gundulan) di kaki gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Varietas lain yang unik adalah durian yang sama sekali tak berbiji, yakni durian kalinyamat di sebelah timur Kudus dan durian sukun di Karanganyar, Jawa Tengah.
Selain durian yang berukuran kecil alias ’personal’ ada juga durian aspar yang berbobot hingga 8-9 kilogram per buah, atau lebih dari dua kali lipat bobot dan ukuran durian montong.
Jika Malaysia saat ini mengunggulkan durian musangking sebagai durian terenak di dunia, Indonesia juga punya durian namlung asal Pulau Bangka. Harga jual durian namlung petaling bisa mencapai Rp 500.000 per buah, tidak kalah dengan musangking yang dijual Rp 200.000 per kilogram.
Durian terbukti bisa mendatangkan kesejahteraan bagi petani dan pedagang. Ucok yang merintis usaha durian sejak 15 tahun lalu, kini telah bekerja sama dengan sedikitnya 65 petani pemilik pohon durian. Mereka tersebar mulai dari Sidikalang, Karo, Pematang Siantar, Langkat, Padang Sidimpuan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, sampai Pekan Baru (Riau).
Ucok kini mempunyai dua mobil dan rumah toko seharga Rp 750 juta. Semuanya hasil dari berjualan durian. Dalam waktu dekat, ia akan membangun pusat perbelanjaan durian dari durian utuh sampai berbagai jenis produk turunannya. Dia telah menyiapkan uang Rp 2,5 miliar sebagai modal.
Bukan hanya Ucok, para petani pun merasakan betul rezeki durian runtuh. Setiap musim panen durian, Gunawan Barus (38) mampu menabung hingga Rp 35 juta. Sebanyak 51 pohon durian, yang tumbuh di atas lahan seluas 2 hektar warisan orangtuanya, setia meruntuhkan buah durian.
Kini dia mewujudkan tabungannya itu dalam bentuk tiga mobil dan rumah senilai Rp 300 juta. ”Saya juga sedang menabung untuk biaya pendidikan anak saya. Yang satu ingin jadi dokter dan adiknya ingin jadi angkatan udara,” kata petani di Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi ini.
Hal serupa dirasakan Ismawanto, petani sekaligus pegawai negeri sipil di Kabupaten Langkat. Setiap musim durian, dia mendapatkan penghasilan tambahan Rp 10 juta sampai Rp 20 juta. Selain dari hasil panen dari 23 pohon duriannya, dia kadang merangkap sebagai tengkulak.
Dibandingkan dengan gaji Ismawanto sebagai PNS Golongan III-C, tentu upah tersebut sangat menggiurkan. Makanya, setiap musim durian, dia cuti kerja dan memaksimalkan perannya sebagai pemilih pohon sekaligus tengkulak durian.
Pemilik Kebun Durian Warso Farm di Kampung Cihideung, Bogor, Soewarso Pawaka, juga berhasil mengelola kebun durian seluas 23 hektar yang dibuka untuk umum. Kebun durian yang berisi aneka ragam durian lokal ini mampu membuka lapangan pekerjaan bagi lebih 50 orang pegawai.
Meski sangat digemari, durian lokal belum bisa merajai pasar negeri sendiri. Peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Panca Jarot Santoso, prihatin karena belum ada perkebunan durian skala industri di Indonesia. ”Kita punya durian seabrek. Masalahnya tidak ada yang menanam secara komersial,” kata Panca.
Bandingkan dengan Thailand. Sekitar 60-70 persen tanaman durian di negeri itu merupakan satu varietas yang sama yakni montong. Menurut Reza, varietas ini sensitif pada musim kemarau pendek sehingga produksinya terkesan berkesinambungan sepanjang tahun, meskipun sebenarnya juga dipengaruhi musim.
Durian-durian dari varietas berkualitas terbaik di Indonesia justru kebanyakan habis terjual ke konsumen langsung sejak di kebun. Tak sampai terdistribusi melalui pasar.
Luasan areal durian di Indonesia juga memprihatinkan dengan hanya sepertiga dari luasan kebun durian di Thailand dan hanya setengahnya Malaysia. Padahal jumlah penduduk Indonesia empat kali lipat dibandingkan Thailand dan delapan kalinya penduduk Malaysia.
Walaupun dibiarkan tumbuh liar di alam, durian lokal ternyata tetap menunjukkan nilai ekonomi yang cukup tinggi setelah pisang, jeruk, manggis, dan mangga. ”Bayangkan jika dipelihara dengan baik, durian kita pasti tidak akan kalah bersaing,” tambah Panca. (MHF/DAY)
0 komentar:
Posting Komentar